Di dalam kalam-Nya dan di dalam sabda-sabda Rasul-Nya
yang terpercaya didapati anjuran dan keutamaan menginfakkan harta. Anjuran dan
pembicaraan mengenai hal tersebut sedemikian banyaknya hingga tidak ada batas. Bisa
disimpulkan, bahwasanya harta bukanlah untuk disimpan, tetapi diciptakan untuk
di zakatkan, infakkan, wakafkan dan disedekahkan di jalan Allah swt..
Dari penghantar
diatas mungkin sudah cukup bagi kita semua mendapatkan satu jawaban mengapa
kita harus berbagi kebaikan dan mengapa harus peduli dengan sesama. Jawabnya
jelas, harta yang diciptakan Allah swt., bukan untuk disimpan, akan tetapi
untuk kita infakkan di jalan-Nya.
Pernah suatu
ketika, pada pertengahan tahun 2018 saat saya pulang dari kuliah bersama dengan
salah satu adik tingkat saya yang bernama Ahmad. Kebetulan pada saat itu sudah
hampir masuk waktu magrib. Jadi, kami memutuskan untuk melaksanakan perintah
Allah swt., yakni sholat Magrib secara berjamaah di Masjid.
Ketika selesai
melaksanakan sholat magrib adik tingkat saya berkata, “Ya Akhi! Apakah engkau
lapar?” Saya pun menjawab, “Ya Ahmad! Benar saya agak sedikit lapar, ayoklah
kita cari tempat makan.”
Singkat cerita kami mencari dan sampailah
di salah satu tempat orang yang menjual nasi goreng dipinggir jalan. Ketika sampai
Ahmad hanya diam tidak mau turun dari kendaraan, seakan mengisyaratkan sesautu
hal yang pada saat itu saya pun tidak mengetahuinya.
“Wahai Ahmad!
Mari turun kita duduk di dalam dan makan disana, bukannya kamu lapar dan mau
makan?” tanya saya kepada Ahmad.
“Ya akhi,
saya memang mau makan tapi tidak makan disini. Namun, dibungkus saja. Kalau tidak
keberatan saya pinjam uang akhi dulu ya,” jawab Ahmad.
Hatiku berkata, “ternyata Ahmad ini
tidak memiliki uang untuk membeli makan. Yaudahlah, untung masih pegang uang
lebih di dompet,” Pesan berapa bungkus? Tanyaku kepada Ahmad.
“Hmm.,
tiga bungkus akhi,” ucap Ahmad.
“Insya Allah
siap”, sahutku.
Akibat masih memiliki rasa
penasaran, saya coba untuk bertanya kepada Ahmad apa sebab dirinya tidak makan
di tempat saja. Tapi, memesan untuk dibungkus.
”Wahai
Ahmad! Apa gerangan yang membuat kamu tidak makan disini saja. Tapi, malah
dibungkus? Bukannya kamu lapar?,” tanyaku.
Dengan wajah santai, Ahmad hanya
tersenyum menyikapi pertanyaanku. Hal tersebut semakin menambah rasa penasaran
saya.
“Mas,
ini selesai nasi gorengnya tiga bungkus,” ujar abang nasi goreng. ”Ini bang
uangnya., syukron yaa,” jawabku.
Kami pun beranjak pergi dari tempat
tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk pulang. Dipertengahan jalan saya
dikejutkan oleh Ahmad yang tiba-tiba menyuruh saya untuk berhenti.
Ahmad
berkata,”Akhi berhenti sebentar ya., akhi tunggu disini saja,” Ucapnya sambil
tersenyum.
Saya hanya
mengangguk dengan sedikit tersenyum, “anak ini mau ngapain sih, dari tadi buat
penasaran terus,” gerutuhku dalam hati.
Mata ini tak
hentinya terus mengarah kepada Ahmad yang terus melangkah. Hingga langkah kaki
Ahmad terhenti ketika sampai kepada seorang ibu dan anaknya yang sedang duduk
dipinggir jalan dan terdapat satu buah karung yang isinya sayapun tidak
mengetahuinya. Namun, yang jelas ibu dan anaknya tersebut sudah terlihat lelah.
Ahmad
segerakan memberikan nasi goreng tersebut dan sedikit berbincang-bincang kepada
ibu dan anak tersebut. Setelah menyaksikan hal tersebut, saya merasa diri ini
sedang mendapatkan tamparan yang sangat keras. Ahmad yang terlihat biasa-biasa
saja, namun memiliki hati yang sangat mulia. Walaupun dia dalam keadaan lapar, akan
tetapi masih bisa memikirkan orang lain yang bahkan orang tersebut bukan
keluarganya sendiri.
Hati ini
bergetar, merintih, sesak dan rasa ingin menangis sejadi-jadinya melihat apa
yang dilakukan Ahmad malam itu. Saya bertanya-tanya kepada diri ini, wahai
jiwa! Wahai diri! Mengapa! Mengapa hatimu begitu keras sehingga tidak bisa
melakukan kebaikan meskipun sesederhana itu. Dari kejadian tersebut, rasa penasaranku
terbayar sudah dengan kebaikan berbagi yang ditebar oleh adik tingkatku itu.
Seketika
Ahmad sudah berada di hadapanku, sembari berkata “Akhi, yuk lanjut jalan lagi.”
Saya pun memacu kendaraan motor dan melanjutkan perjalanan. Nasi goreng masih
tersisa satu bungkus, tanpa Ahmad meminta untuk berhenti saya pun menghentikan
laju motor saya tepat didepan orang yang layak mendapatkan nasi goreng
tersebut.
Kali ini
saya tidak hanya menunggu diatas motor. Akan tetapi, ikut bersama Ahmad memberikan
nasi goreng tersebut. Dengan berharap kepada Allah swt., mendapatkan keberkehan
apa yang dilakukan Ahmad pada malam itu.
Makanan sudah
habis, kami pun benar-benar melanjutkan perjalanan pulang menuju ke rumah. “Akhi,
ayok kita pulang,” ucap Ahmad.
Diperjelanan
Ahmad berkata,”Akhi, uang yang tadi dipinjam untuk beli nasi goreng nanti aku ganti
ya., “Wahai Ahmad! Kalau dari awal saya tahu tujuan kamu seperti ini, tidak
perlu kamu meminjam uang, sudah jangan dibahas lagi aku ikhlaskan kok” jawabku.
“Saya kira
tadi pesanannya dibungkus untuk membawakan keluargamu dirumah,” tambahku. “
Hehe (tersenyum lembut)., maaf ya akhi, dari awal aku ga bilang kalo nasinya
bukan untuk aku ataupun keluargaku,” jawab Ahmad.
“Kenapa kamu
lakuin ini?,” tanyaku. “Ya Akhi, aku memang bukan orang yang baik. Akan tetapi
aku belajar untuk menjadi orang yang baik. Aku belajar bersyukur,
sesusah-susahnya aku ada yang lebih susah lagi daripada aku. Sama seperti malam
ini, selapar-laparnya aku malam ini masih ada yang lebih lapar lagi dan
membutuhkan makanan. Aku sih gampang, nanti sampai rumah bisa langsung makan. Sedangkan
mereka? Jangankan untuk pulang, mungkin untuk makan saja mereka bingung mau
makan apa. Mau beli mungkin ga punya duit,” jawab Ahmad.
“Wahai akhi,
bukannya kamu lebih mengetahui tujuan manusia diciptakan Allah swt., untuk apa
ke dunia ini,” tanya Ahmad. “Ya tahu, Allah swt menciptakan manusia ke dunia
ini tidak lain dan tidak bukan untuk beribadah kepada-Nya,” Jawabku. “Bukankah
sedekah ini bagian dari ibadah?, sambung dan tanya Ahmad. “(Mengangguk),”
jawabku dengan isyarat.
Kami pun
sampai dirumah, “Ya Akhi, jazakallahu khayran atas tebengannya ya, Wassalamu’alaikum,”
ucap Ahmad.
“Ya Khair, Wa’alaikumussalam
Warahmatullah,” jawabku.
Dari kejadian
malam itu, saya bersyukur kepada Allah swt., masih diberikan kesempatan nikmat
yang begitu besar dari perantara yang dilakukan Ahmad adik tingkatku itu. Serta,
saya berharap kepada Allah swt., agar ringan untuk berbagi kebaikan.
Alhamdulillah,
pada akhir tahun 2018 Allah swt., pertemukan saya dengan satu komunitas yang
suka berbagi kebaikan dengan jargon #1Hari1Kebaikan yakni Dompet Dhuafa
Volunteer Sumatera Selatan (DDV SUMSEL). Dari komunitas inilah napak tilas
berbagi kebaikan yang saya lakukan dimulai. Hingga sampai detik ini juga, Alhamdulillah
saya masih belajar Istiqomah berbagi kebaikan bersama Dompet Dhuafa.
“Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.
Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka
itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26).
Keyword:
Zakat, Kebaikan Berbagi
Backlink:
dompetdhuafa.org
“Tulisan
ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh
Dompet Dhuafa”
Penulis: Jimmi Porwanto
Komentar
Posting Komentar